Istilah ‘Umrah Mandiri’ Dalam RUU Haji-Umrah Bisa Memicu Praktik Percaloan dan Biro Perjalanan Ilegal
- account_circle REDAKSI
- calendar_month Ming, 3 Agu 2025
- visibility 34

JAKARTA – Munculnya istilah ‘umrah mandiri’ tanpa penjabaran dan batasan yang detil dalam Rancangan Undang-undang Haji dan Umrah justru bisa menimbulkan ambigu.
Klausul ini justru bisa diartikan bolehnya melakukan perjalanan umrah sendiri tanpa memperhatikan izin resmi, atau tanpa melalui biro perjalanan yang legal atau berizin.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengingatkan pemerintah dan DPR RI soal bahaya besar yang bisa timbul jika istilah ‘umrah mandiri’ tetap dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah tersebut.
Ketua Litbang Amphuri, Ulul Albab, menyampaikan, konsep umrah mandiri dalam draf RUU tidak memiliki batasan yang jelas dan berisiko memicu praktik-praktik liar di luar kendali negara.
“Tidak ada definisi, mekanisme pengawasan, atau bentuk perlindungan jemaah yang diatur dalam RUU ini terkait umrah mandiri. Ini bisa menjadi pintu masuk bagi maraknya percaloan dan biro umrah ilegal,” ujar Ulul, Sabtu 2 Agustus 2025 di Jakarta.
Menurut Ulul, istilah ‘mandiri’ tanpa pengaturan yang ketat bisa mendorong masyarakat untuk memilih jalur keberangkatan tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi. Hal ini dinilai sangat berbahaya karena membuka ruang abu-abu yang sulit diawasi negara.
“Jangan sampai negara justru secara tidak langsung melegalkan umrah liar yang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban,” katanya.
Ulul menyoroti bahwa selama ini sistem PPIU telah menjadi bagian penting dalam perlindungan jemaah umrah. Keberadaan jalur resmi memungkinkan adanya standar layanan, jaminan keamanan, serta tanggung jawab hukum yang jelas. Jika RUU malah memberikan ruang bagi praktik non-resmi, maka tidak hanya regulasi jadi lemah, tapi juga berpotensi merusak ekosistem industri umrah yang selama ini tertata.
“Ini bukan sekadar soal istilah, tapi soal bagaimana negara menjalankan tanggung jawabnya dalam melindungi jemaah dari penipuan, layanan buruk, dan percaloan,” tegasnya.
Amphuri pun mendesak agar Komisi VIII DPR RI dan pemerintah menghapus terminologi “mandiri” dari seluruh pasal yang mengatur umrah dalam RUU. Mereka menilai, tanpa pengawasan dan perlindungan yang memadai, konsep umrah mandiri hanya akan memperbesar risiko jemaah tertipu, tersesat regulasi, dan menjadi korban pihak-pihak tak bertanggung jawab.
“Lebih baik pemerintah memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap PPIU yang sudah ada, ketimbang membuka celah baru yang berbahaya,” tutup Ulul.
- Penulis: REDAKSI