Fenomena Umrah di Tanah Air: Jemaah Kabur, Kasus Penipuan hingga Pro-Kontra Umrah Mandiri
- account_circle Muhammad Fadli
- calendar_month Sen, 27 Okt 2025
- visibility 33

Illustrasi jemaah umrah.(tazkiyahtour.co.id)
MAKASSAR – Ibadah umrah yang merupakan perjalanan spiritual yang disyariatkan oleh Agama, berkembang menjadi fenomena sosial dan ladang bisnis yang kompleks di Indonesia.
Di satu sisi, minat masyarakat untuk berangkat ke Tanah Suci meningkat pesat, namun di sisi lain, berbagai persoalan muncul. Mulai dari modus penyelundupan tenaga kerja berkedok umrah, jemaah yang kabur di Arab Saudi, hingga perdebatan mengenai legalisasi umrah mandiri yang baru disahkan pemerintah.
Wajah Baru: Penyelundupan Berkedok Umrah
Awal Maret 2025, Kepolisian Bandara Soekarno–Hatta menggagalkan upaya penyelundupan 127 calon pekerja migran ilegal yang hendak berangkat ke luar negeri dengan modus sebagai jemaah umrah.
Sebanyak tujuh tersangka berusia antara 19 hingga 53 tahun ditangkap atas tuduhan perdagangan orang dan pemalsuan dokumen perjalanan.
“Para korban dijanjikan pekerjaan rumah tangga di luar negeri dengan gaji antara Rp16 juta hingga Rp30 juta per bulan,” ungkap Kapolres Bandara Soetta Kombes Ronald Sipayung dalam konferensi pers.
Para pekerja bahkan dipakaikan busana ihram dan dibekali dokumen palsu agar terlihat seperti rombongan umrah yang sah. Dalam manifest penerbangan, mereka tercatat sebagai jemaah umrah, padahal tujuannya adalah bekerja di luar negeri tanpa izin resmi.
Kasus seperti ini bukan yang pertama.
Polisi menyebut penyelundupan tenaga kerja berkedok umrah telah berulang selama bertahun-tahun, terutama sejak Indonesia menerapkan moratorium pengiriman pekerja rumah tangga ke Arab Saudi satu dekade lalu.
Kini, dengan semakin terbukanya akses penerbangan dan banyaknya biro perjalanan yang tak berizin, modus serupa terus bermunculan — menyasar masyarakat desa atau ekonomi menengah bawah yang tergiur janji “umrah sambil kerja”.
Jemaah Kabur, Travel Kena Denda Ratusan Juta
Di sisi lain, masalah penyalahgunaan visa umrah juga menghantam pelaku usaha travel resmi.
Salah satu biro perjalanan umrah, MHU, mengaku terancam membayar denda ratusan juta rupiah setelah salah satu jemaahnya berinisial Sp kabur saat menjalankan ibadah di Arab Saudi.
“Ibu Sp kabur kemarin, sebelum jemaah lain menuju Bandara Jeddah. Sampai sekarang tidak ada kabar. Rombongannya sudah tiba semua di Indonesia,” tulis pihak MHU melalui akun resminya di media sosial.
Diduga, jemaah tersebut menikah dengan seorang pria asal Pakistan dan memilih menetap secara ilegal di Arab Saudi.
Sesuai aturan, visa umrah hanya berlaku maksimal tiga bulan, dan penyalahgunaan izin tersebut menjadi tanggung jawab pihak penyelenggara.
Demi menghindari denda, pihak travel bahkan menawarkan hadiah bagi siapa pun yang menemukan jemaah kabur tersebut, sekaligus berjanji menanggung tiket kepulangan jika ditemukan.
Kasus seperti ini menyoroti kerentanan sistem pengawasan di Tanah Suci, sekaligus memperlihatkan risiko besar yang ditanggung oleh penyelenggara umrah akibat kelalaian individu jemaah.
Pro-kontra Umrah Mandiri yang Resmi Dilegalkan
Di tengah maraknya persoalan tersebut, pemerintah Indonesia justru meluncurkan kebijakan baru yang tak kalah kontroversial: legalisasi umrah mandiri.
Melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, masyarakat kini dapat berangkat ke Tanah Suci tanpa harus melalui biro perjalanan (PPIU).
Pasal 86 ayat (1) undang-undang itu menyebutkan bahwa perjalanan umrah dapat dilakukan melalui tiga jalur: PPIU, secara mandiri, atau melalui Menteri Agama.
Anggota Komisi VIII DPR, Selly Andriany Gantina, menyebut kebijakan ini disusun karena Pemerintah Arab Saudi kini memberi izin resmi bagi skema umrah mandiri.
“Saudi sudah membuka akses bagi jemaah yang ingin umrah secara mandiri, terutama dengan dukungan maskapai nasional mereka seperti Saudi Arabian Airlines dan Flynas. Bahkan tersedia visa kunjungan gratis selama empat hari atau visa transit untuk umrah,” ujarnya kepada Kompas.com (27/10/2025).
Pro dan Kontra di Kalangan Pelaku Travel
Meski dianggap adaptif terhadap perkembangan global, kebijakan ini memicu pro dan kontra.
Pelaku industri perjalanan ibadah khawatir umrah mandiri akan meningkatkan risiko penipuan dan penyalahgunaan visa, mengingat tidak semua calon jemaah memahami regulasi, tata cara visa, dan aturan ketat di Arab Saudi.
Sebaliknya, pendukung kebijakan ini menilai umrah mandiri memberi kebebasan dan efisiensi bagi masyarakat yang siap secara administratif, finansial, dan digital — apalagi di era kemudahan pemesanan tiket dan hotel secara daring.
Namun bagi sebagian pengamat, keputusan ini datang di tengah waktu yang sensitif: saat kasus penipuan, jemaah kabur, dan penyelundupan berkedok umrah masih marak terjadi.
- Penulis: Muhammad Fadli
- Editor: Fitriani Heli



