Memahami Pemakaman Jenazah dengan Sistem ‘Tumpuk’ di Makkah dan Madinah
- account_circle Muhammad Fadli
- calendar_month Sel, 28 Okt 2025
- visibility 25

Illustrasi makam baqi di Madinah
MAKKAH – Sistem pemakaman jenazah di Arab Saudi sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Negara ini sudah lama menerapkan sistem makam vertikal atau “makam tumpuk”, terutama untuk jenazah jemaah haji dan umrah yang wafat di Tanah Suci.
Di Arab Saudi, anda tidak akan menemukan kuburan warga yang dibangun dengan semen, menggunakan tehel atau marmer. Kuburan di Saudi dibuat sederhana,hanya berupa gundukan tanah atau batu kecil tanpa nisan bertuliskan nama.
Kesederhanaan ini selaras dengan ajaran Islam yang melarang pengagungan makam, serta mendukung efisiensi lahan untuk penggunaan kembali.
Lahan untuk Pemakaman Semakin Terbatas
Ada jutaan jemaah haji dan umrah berdatangan ke Makkah dan Madinah setiap tahunnya. Tak sedikit yang wafat di sana, sementara lahan pemakaman tetap terbatas. Kondisi ini mendorong pemerintah Saudi menerapkan model reuse gravesatau pemakaman tumpuk — yakni penggunaan kembali lahan makam setelah jenazah sebelumnya benar-benar terurai.
Menurut laporan Arab News, para penggali makam di Makkah biasanya memeriksa kembali kuburan sekitar dua tahun setelah penguburan. Jika jasad telah terurai sempurna, tulang akan dipindahkan ke tempat penyimpanan khusus (ossuary), dan lubang makam bisa digunakan kembali. Namun, jika belum terurai, makam dibiarkan hingga waktu yang lebih lama.
Istilah “tumpuk” di sini bukan berarti menumpuk jenazah di atas jenazah lama, melainkan menggunakan ulang lahan makam yang telah kosong secara alami.
Dua pemakaman yang paling dikenal di dunia Islam, Jannat al-Mu‘allā di Makkah dan Jannat al-Baqī‘ di Madinah, menjadi simbol kesederhanaan itu.
Jannat al-Mu‘allā merupakan tempat dimakamkannya keluarga Nabi Muhammad ﷺ, termasuk Sayyidah Khadijah, sementara Jannat al-Baqī‘ menjadi tempat peristirahatan banyak sahabat Nabi.
Keduanya tampak tanpa nisan, tanpa nama, dan tanpa hiasan. Hanya hamparan tanah dan batu kecil. Semuanya mencerminkan kesetaraan di hadapan Allah, bahkan setelah meninggal dunia.
Aturan dan Pengawasan Pemerintah
Sistem pemakaman diatur oleh Kementerian Urusan Munisipal dan Perumahan (MoMRAH) melalui pedoman teknis nasional yang mencakup tata letak, larangan nisan mewah, serta rujukan pada fatwa Dewan Ulama Senior.
Namun, tak ada aturan resmi yang menentukan berapa lama makam boleh digunakan kembali. Keputusan dilakukan berdasarkan kondisi jasad dan kebijakan administratif setempat.
Layanan publik seperti Balady/Ikram juga mengatur izin pemakaman, terutama bagi warga asing yang wafat di Makkah atau Madinah. Proses penguburan biasanya berlangsung cepat — dalam hitungan jam — sebagaimana tuntunan syariat Islam.
Pandangan Fikih dan Fatwa Ulama
Mayoritas ulama sepakat bahwa membuka kembali makam hanya diperbolehkan jika jasad sebelumnya telah benar-benar terurai. Dalam kondisi darurat, seperti keterbatasan lahan, hal ini bisa menjadi pengecualian.
Fatwa dari lembaga-lembaga Islam seperti IslamQA dan SeekersGuidance menegaskan bahwa reuse makam diperbolehkan jika tubuh telah hancur sempurna dan tak menyisakan tulang. Ulama Saudi seperti Syaikh Bin Baz pun menegaskan pentingnya menjaga kehormatan jenazah dalam segala situasi.
Kesadaran Kolektif dan Nilai Kesetaraan
Sistem ini sudah menjadi bagian dari kesadaran sosial di Saudi. Warga menerima pemakaman tanpa nama dan tanpa nisan mewah sebagai wujud ketaatan pada prinsip kesederhanaan Islam.
Bagi banyak jemaah yang wafat di Tanah Suci, dikuburkan di Makkah atau Madinah adalah kehormatan besar.
Sementara bagi pemerintah Saudi, menjaga efisiensi ruang tanpa mengurangi kesucian tempat menjadi bentuk tanggung jawab moral dan administratif.
Sistem pemakaman tumpuk di Arab Saudi adalah adaptasi antara realitas geografis dan nilai-nilai syariat.
Tak ada standar baku tentang durasi reuse, tapi semuanya berjalan dengan prinsip: kehormatan terhadap jenazah tetap dijaga, lahan tetap efisien, dan syariat tetap dijunjung.
Dengan jutaan jemaah yang terus datang setiap tahun, model ini menjadi solusi yang menyeimbangkan penghormatan terhadap yang wafat dan kebutuhan ruang di dua kota suci yang tak pernah sepi.
————-
Bank Indonesia dan Pemerintah Perkuat Pengendalian Inflasi Pangan di Sulampua
Terkini, Makassar – Kolaborasi menjadi kunci penguatan ketahanan pangan di Sulampua. ‘Melalui sinergi peningkatan produksi, efisiensi distribusi, dan dukungan digitalisasi, kita jaga harga pangan tetap stabil, inflasi terkendali, dan kesejahteraan masyarakat terus meningkat.’
Hal itu disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ricky P. Gozali, dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulampua 2025, di Manado 27 Oktober 2025.
Kegiatan ini diikuti oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Gubernur dan Biro Ekonomi se-Sulampua, Badan Pangan Nasional serta Perum Badan Urusan Logistik.
Deputi Gubernur Ricky mengapresiasi kolaborasi erat seluruh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dalam menjaga inflasi nasional di level 2,65% (yoy) pada September 2025.
Ia menekankan pengendalian inflasi pangan tidak hanya berkaitan dengan stabilitas harga, tetapi juga erat dengan kesejahteraan masyarakat berpendapatan rendah yang sebagian besar pengeluarannya digunakan untuk pangan.
Di tengah tekanan inflasi pangan bergejolak di Sulampua yang tercatat masih tinggi disebabkan oleh gangguan pasokan akibat kendala cuaca dan serangan hama, Ricky mengajak seluruh pihak memperkuat pelaksanaan Gerakan Pasar Murah (GPM) dan Operasi Pasar dengan prinsip “Tiga Tepat” tepat lokasi, tepat sasaran, dan tepat waktu.
Melalui prinsip ini, intervensi pengendalian harga akan semakin efektif, terutama komoditas strategis seperti beras, cabai merah, bawang merah, dan ikan segar.
Selain itu, percepatan distribusi intra dan antarwilayah melalui Kerja Sama Antar Daerah (KAD) terus diperkuat guna memastikan pasokan mencukupi, khususnya di wilayah kepulauan dan pegunungan yang rawan gangguan logistik. Menutup sambutannya, Ricky menyampaikan agar seluruh agenda tersebut disinergikan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), selaras dengan upaya menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan, didukung oleh Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan pelaku usaha lokal sebagai penguat rantai pasok daerah.
Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Selvanus, dalam kesempatan yang sama menegaskan pentingnya memperkuat sinergi yang telah terjalin agar pengendalian inflasi dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat. “Pengendalian inflasi merupakan tanggung jawab bersama dari provinsi hingga kabupaten/kota se-Sulampua.
Dengan peran Sulawesi sebagai lumbung pangan Kawasan Timur Indonesia, TPID dapat proaktif memetakan wilayah surplus dan defisit serta memperkuat kerja sama antar daerah melalui skema business-to-business (B2B) untuk meningkatkan efisiensi distribusi.”, demikian disampaikan Yulius.
Ia menambahkan, Koperasi Wale Tani Mapalus di Sulawesi Utara telah berhasil menyalurkan hasil panen langsung ke Perusahaan Umum Daerah (PUD).
Model kemitraan rantai pasok hulu–hilir di Sulawesi Selatan juga telah berjalan menghubungkan kelompok tani, UMKM, dan ritel modern sebagai bentuk nyata sinergi pemerintah dan pelaku usaha. Langkah nyata ini dapat dicontoh lebih luas agar pengendalian inflasi Sulampua semakin dirasakan.
GNPIP Sulampua 2025 menjadi penutup rangkaian GNPIP regional tahun 2025, setelah sebelumnya diselenggarakan di Jawa, Sumatera, Balinusra, dan Kalimantan. Kegiatan dirangkaikan dengan Rapat Koordinasi TPIP–TPID se-Sulampua, yang dipimpin oleh Deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan. Ferry menekankan efisiensi logistik distribusi pangan menjadi kunci penguatan ketahanan pangan serta stabilisasi harga dan pasokan di wilayah kepulauan. Upaya tersebut ditempuh antara lain melalui penyediaan fasilitas ongkos angkut dan subsidi angkutan udara untuk mempercepat distribusi pangan ke wilayah terpencil dan sulit dijangkau.
Rapat Koordinasi TPIP–TPID se-Sulampua 2025 merumuskan tiga kesepakatan strategis untuk memperkuat ketersediaan dan stabilitas pangan di wilayah timur Indonesia. Pertama, fokus jangka pendek diarahkan pada penurunan inflasi pangan bergejolak di bawah 5% hingga akhir tahun 2025 melalui pelaksanaan pasar murah, GPM, dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan prinsip “Tiga Tepat”.
Kedua, penguatan ketersediaan pasokan hortikultura dan perikanan tangkap dilakukan dengan mendorong penerapan contract farming, smart farming, serta pengoperasian cold storage dan ice flake machine di pelabuhan strategis. Ketiga, penguatan logistik dan dukungan pembiayaan melalui penambahan rute tol laut dan jembatan udara, pemberian subsidi ongkos angkut, sinergi KAD dengan BUMN logistik seperti PELNI, serta optimalisasi KUR Alsintan untuk revitalisasi Rice Milling Unit (RMU) dan modernisasi armada nelayan.
Ke depan, Bank Indonesia bersama pemerintah pusat dan daerah akan terus memperkuat kerja sama untuk mengantisipasi risiko cuaca ekstrem, memperkecil disparitas harga antarwilayah, serta mendorong efisiensi logistik pangan agar stabilitas harga dan kesejahteraan masyarakat semakin terjaga.
- Penulis: Muhammad Fadli
- Editor: Fitriani Heli



