HIMPUH Ingatkan Hati-hati Ajakan Umrah Mandiri Padahal Calo
- account_circle Muhammad Fadli
- calendar_month Ming, 2 Nov 2025
- visibility 18

HAMRANEWS – Sejak diundangkan, aturan dalam undang-undang nomor 14 Tahun 2025 yang membolehkan umat Islam berangkat umrah melalui jalur mandiri diramaikan dengan euforia warga Indonesia.
Langkah ini tujuannya baik, karena memberi peluang warga Indonesia menggunakan opsi lain untuk memenuhi panggilan ke Baitullah.
Akan tetapi, Wakil Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH), Suwartini mengingatkan aturan tersebut punya celah yang bisa menimbulkan banyak salah tafsir di lapangan.
Tidak sedikit pihak, terutama di media sosial yang kemudian memanfaatkan istilah ‘umrah mandiri’ untuk mengumpulkan orang, menawarkan paket, atau mengelola keberangkatan jemaah.
Modus semacam ini sering dikemas dengan bahasa yang menarik dan lembut: “Kami cuma membantu mengurus dokumen”, “Ini umrah bareng lewat jalur mandiri”, atau “Tanpa biro jadi lebih hemat!”
Padahal, begitu ada aktivitas menghimpun, menawarkan, atau mengelola keberangkatan, maka itu sudah termasuk kategori bertindak sebagai PPIU tanpa izin, dan jelas melanggar hukum.
Bukan hanya merugikan PPIU lain, juga tentu merugikan pemerintah karena tidak menyetor pajak.
Dalam ketentuan Hukum UU No 14 tahun 2025 Pasal 86 (1) dinyatakan bahwa Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan:
a. melalui PPIU;
b. secara mandiri; atau
c. melalui Menteri.
Untuk jalur mandiri, sebagaimana diatur Pasal 86 ayat (1) huruf b, jemaah wajib memenuhi sejumlah syarat penting: memiliki paspor yang masih berlaku, tiket penerbangan ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, visa, serta bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.
“Artinya, umrah mandiri itu benar-benar dilakukan sendiri oleh jemaah, bukan lewat perantara, bukan lewat kelompok, dan tidak boleh dikomersilkan. Begitu ada pihak yang mengorganisasi atau menarik setoran dengan dalih membantu ‘umrah mandiri’, maka kegiatan itu sudah tidak lagi sah dan berpotensi melanggar pasal pidana,” ungkap Suwartini lagi.
Perlindungan, Risiko, dan Sanksi Hukum bagi Calo Umrah Mandiri
Satu hal yang perlu dipahami oleh masyarakat: hak perlindungan hukum antara jemaah PPIU dan jemaah umrah mandiri itu berbeda jauh.
Bagi jemaah yang berangkat melalui PPIU resmi, negara menjamin perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 96 UU No. 14 Tahun 2025.
Perlindungan itu mencakup:
Jaminan keberangkatan dan kepastian layanan,
Perlindungan pembayaran dan uang muka,
Tanggung jawab penyelenggara bila terjadi kendala selama perjalanan.
Sedangkan bagi jemaah yang memilih umrah mandiri, perlindungan hukum tersebut tidak berlaku.
Seluruh risiko harus ditanggung sendiri:
Jika gagal berangkat, tidak ada jaminan uang kembali.
Jika tertipu calo, tidak ada perlindungan hukum.
Jika ikut program “umrah mandiri bareng” dari pihak tak berizin, bisa terkena sanksi hukum.
Undang-Undang ini juga menetapkan sanksi tegas bagi calo umrah mandiri:
Pasal 122: Setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU, mengumpulkan atau memberangkatkan jemaah, dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda kategori VI.
Pasal 124: Setiap orang yang tanpa hak mengambil setoran jemaah dapat dipidana penjara hingga 8 tahun dan/atau denda kategori VI.
Karena itu, Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap calo atau pihak tak berizin yang mengatasnamakan “umrah mandiri”.
Jemaah boleh berangkat secara mandiri, tetapi harus mengurus seluruh prosesnya sendiri, mulai dari tiket, visa, hingga layanan akomodasi melalui sistem resmi pemerintah.
HIMPUH pun menegaskan untuk selalu menggunakan PPIU berizin untuk memastikan keamanan, kenyamanan, dan kepastian ibadah Anda.
Pada akhirnya, umrah bukan sekadar perjalanan wisata religi. Ia adalah ibadah suci yang harus dijalankan sesuai syariat dan hukum negara.
Jangan sampai niat baik beribadah justru membawa kerugian karena tergiur tawaran “mudah dan murah” yang tidak sah.
- Penulis: Muhammad Fadli
- Editor: Fitriani Heli



