Pemerintah Mengklaim Haji 2025 Lebih Baik, Tapi Ramai Kritikan
- account_circle REDAKSI
- calendar_month Sen, 9 Jun 2025
- visibility 138

Jemaah melaksanakan tawaf di Masjidilharam.(tazkiyahtour.co.id)
SAUDI – Pemerintah mendapat kritikan atas kacaunya pelaksanaan haji 2025. Ironisnya, Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar mengklaim pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
Penggiat Media Sosial, Nadhief Shidqi mengungkapkan kekacauan pelaksanaan haji berlansung sejak di Bandara Jeddah. Menurut dia, Menteri Agama tidak bisa kerja, dan meminta agar DPR jangan tutup mata, media jangan diam.
“Haji 2025 kacau sejak sebelum jamaah diberangkatkan, kacau di bandara Jeddah, kacau di pendorongan Madinah, kacau di penginapan Makkah, kacau di Arafah, dan kini kacau di Muzdalifah.
Hingga pukul 09.30 WAS 10 Dzulhijjah, banyak sekali jamaah masih di Muzdalifah. Ribuan memilih jalan kaki tempuh 7 Km jarak menuju Mina.
Di Mina pun, kekacauan sudah terendus.
Ada satu informasi salah satu maktab hanya menyediakan tenda untuk yang terdaftar murur. Yang terdaftar tanazul, tidak ada tendanya. Lalu jamaah mengontak petugas sektor, dan jawabnya malah disuruh tanazul mandiri. Beberapa hari yang lalu Menag sendiri padahal yang umumkan tanazul dibatalkan,” tulisnya.
Dia juga mengungkapkan, pada hari saat Menag menyampaikan “semua masalah haji 2025 sudah terurai,” keesokan harinya, satu kloter jemaah justru mengalami kondisi tragis: harus diinapkan di 38 hotel berbeda. “Ya, 38 hotel—bukan 3 atau 8. Bayangkan, satu kloter terpencar dalam puluhan titik lokasi, dengan jarak dan sektor yang tak seragam. Ini bukan hanya tantangan logistik yang berat, tapi juga sumber utama kekacauan dan frustrasi bagi jemaah yang seharusnya menjalankan ibadah dalam kondisi tenang,” jelasnya lagi.
Contoh lain yang tak kalah memilukan, kata dia, suatu malam, empat bus penuh jemaah tertahan berjam-jam karena tak ada kejelasan hotel mana yang akan menerima mereka.
Beberapa hari sebelumnya, seorang jemaah dari kloter 96 SUB bahkan meninggal dunia di dalam bus karena tak kunjung bisa turun—akibat antrean panjang, buruknya koordinasi, dan nihilnya kepastian tempat inap.
“Diukur dari parameter apa pun, pelaksanaan haji 2025 ini layak disebut sebagai Haji Gagal. Logistik berantakan. Jemaah terlantar. Kematian karena kelalaian. Dan di tengah semua itu, Menteri Agama justru lebih banyak beretorika, menyampaikan doa dan jargon fikih yang terasa begitu absurd ketika berhadapan dengan kenyataan pahit di lapangan. Ini bukan tentang kurangnya iman, tapi minimnya kapasitas,” ungkapnya lagi.
Wajar bila Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan kekecewaannya secara terbuka. Ia menyebut manajemen haji tahun ini tak sesuai dengan presentasi meyakinkan yang sebelumnya disampaikan oleh Menag dalam rapat koordinasi.
Nyatanya, harapan akan pelaksanaan haji yang lebih baik justru dibayar dengan ironi yang menyakitkan: jemaah terlantar, tenda di Arafah tak cukup, dan transportasi kacau.
Sungguh, ironi adalah buah musim haji kali ini. Tokoh muda NU, Rumail Abbas, mengungkapkan keheranannya dengan unggahan media yang menyebut haji 2025 lebih baik dari tahun sebelumnya.
“Media liputan6 mengabarkan bahwa pelaksanaan haji tahun ini lebih baik daripada tahun kemarin, setelah itu saya melihat satu unggahan foto Kanda Menag dipayungi ajudannya di Saudi supaya tidak kepanasan, persis di bawah status orang yang sedang haji dan berjalan belasan kilometer karena bus tak kunjung menjemput.
Sama seperti buah, ironi ternyata ada musimnya. Dan buah ironi pagi ini banyak sekali,” tulisnya.
Sementara itu, Ahmad Bisri Dzalieq, tokoh muda NU lainnya, bahkan menyindir dengan keras: “Kalau ada yang bilang haji ini lebih baik dari haji tahun lalu, berarti dia tidak sedang haji, atau sedang ndobol kuro (berbohong terang-terangan)…”
Ironisnya, pemerintah tetap memuji diri. Menteri Nasaruddin Umar, misalnya, mengklaim haji tahun ini lebih baik, karena jumlah kematian menurun dan fasilitas Saudi membaik.
Tapi kematian jemaah akibat kelalaian logistik, koper yang hilang, dan jemaah yang terlantar bukan sekadar statistik. Mereka adalah manusia, keluarga, dan warga negara yang mempercayakan hidupnya kepada negara.
- Penulis: REDAKSI



