80,43 Persen Jemaah Haji 2025 Punya Penyakit Komorbid, Tantangan Berat Petugas Kesehatan Tahun Depan
- account_circle Redaksi
- calendar_month Kam, 14 Agu 2025
- visibility 34

BEKASI – Penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M dinilai berjalan lancar dan aman, namun di balik itu ada tantangan besar di bidang kesehatan. Data Kementerian Kesehatan mencatat, 80,43 persen atau lebih dari 153 ribu jemaah haji Indonesia tahun ini memiliki penyakit penyerta alias komorbid, mulai dari hipertensi hingga penyakit paru.
“Alhamdulillah, ibadah haji tahun ini berjalan dengan lancar dan aman. Semoga jemaah menjadi mabrur,” ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, dalam Pertemuan Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Bekasi, Rabu 13 Agustus 2025.
Penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan di kalangan jemaah meliputi hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan penyakit paru. Kondisi ini membuat pelayanan kesehatan harus bekerja ekstra.
Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes), selama pelaksanaan ibadah haji tercatat 258.159 kunjungan layanan rawat jalan di tingkat kloter dan hotel, dengan kasus terbanyak adalah ISPA, hipertensi, dan myalgia.
Sementara itu, untuk layanan rawat inap di rumah sakit Arab Saudi, tercatat 1.712 pasien dengan tiga besar diagnosis: pneumonia, komplikasi diabetes, dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
“Tim medis telah bekerja keras menekan angka kematian, terutama pada kelompok lansia dan penderita penyakit kronis,” kata Liliek.
Usulan Perbaikan Kebijakan
Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri BPH, Puji Raharjo, menilai tingginya angka komorbid menjadi alarm bagi perbaikan sistem istitaah (kelayakan kesehatan) haji.
Dalam pertemuan tersebut, dia mengajukan sejumlah usulan kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi, antara lain:
- Pemeriksaan istitaah lebih awal, sinkron dengan batas akhir pelunasan BPIH.
- Penegakan tegas status tidak layak berangkat bagi kasus medis berat.
- Tidak membatasi usia, namun memperketat standar medis.
- Integrasi data kesehatan di Siskohatkes dan Nusuk.
- Edukasi masif soal istitaah dan opsi badal haji.
Arab Saudi merespons dengan menekankan pembatasan medis yang ketat dan menyetujui penegakan istitaah sesuai daftar persyaratan mereka.
Tantangan Tahun 2026
Pertemuan evaluasi ini diharapkan menjadi momentum perbaikan kebijakan penyelenggaraan kesehatan haji 2026. “Kami ingin merumuskan rekomendasi yang aplikatif dan solutif demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan jemaah haji di tahun-tahun mendatang,” ujar Puji.
Dengan lebih dari 8 dari 10 jemaah membawa penyakit penyerta, tantangan kesehatan haji ke depan menuntut strategi yang lebih komprehensif, mulai dari deteksi dini hingga layanan berlapis selama di Tanah Suci.
- Penulis: Redaksi