Jemaah Haji Hilang di Tanah Suci Belum Ditemukan, Malah Bertambah Jadi Tiga
- account_circle REDAKSI
- calendar_month Sen, 23 Jun 2025
- visibility 77

Illustrasi jemaah haji di Indonesia
SAUDI — Bertambahnya jumlah jemaah haji Indonesia yang hilang di Arab Saudi menjadi tiga orang per 22 Juni 2025 menimbulkan pertanyaan besar soal kemampuan sistem pengelolaan jemaah haji, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan penderita demensia.
Kasus terbaru, Hasbullah (73), jemaah dari kloter BDJ 07 yang dilaporkan hilang sejak Selasa dini hari, 17 Juni 2025. Pria lansia ini terakhir terlihat di lobi Hotel 709, sektor 7, di Makkah, setelah keluar dari kamar tanpa pengawasan keluarga. Sayangnya, saat hendak dicari kembali, ia sudah tak ditemukan.
Kepala Bidang Pelindungan Jamaah (Linjam) PPIH Arab Saudi, Harun Arrasyid, mengungkap bahwa Hasbullah memiliki riwayat demensia. Bahkan menurut keluarganya, pria lanjut usia ini sempat beberapa kali tersesat namun berhasil ditemukan sebelumnya.
Sebelum Hasbullah, dua jemaah lainnya sudah lebih dulu dilaporkan hilang: Nurimah Mentajim (kloter PLM 19) dan Sukardi bin Jakim (kloter SUB 79). Keduanya juga sama-sama diketahui mengidap demensia dan belum ditemukan juga hingga detik ini.
Kasus berturut-turut ini memunculkan pertanyaan serius: sejauh mana pemerintah dan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) benar-benar siap mengelola jemaah lansia dan rentan secara sistemik?
Meski sudah ada pembagian sektor, pembentukan Tim A dan Tim B pencari jemaah hilang, serta koordinasi dengan berbagai pihak termasuk KKHI, Syarikah, dan Kepolisian Makkah, kenyataan bahwa tiga jemaah bisa hilang di tengah pengawasan ketat dan fasilitas jutaan dolar memprihatinkan.
Masalah utama tampaknya bukan hanya terletak pada sistem pelacakan pasca-kehilangan, tapi jauh sebelumnya: ketiadaan sistem mitigasi risiko dan pengawasan khusus untuk jemaah lansia dengan kondisi kesehatan tertentu seperti demensia.
Tidak cukup hanya mengandalkan keluarga atau petugas kloter biasa, melainkan dibutuhkan sistem sensor pelacak, pendamping medis pribadi, hingga kebijakan pelarangan mandiri keluar kamar hotel bagi jemaah berisiko.
Kontradiksi dengan Pernyataan Pemerintah
Menteri Agama Nasaruddin Umar sebelumnya menyatakan bahwa seluruh jemaah Indonesia telah menunaikan ibadah haji, termasuk dua jemaah yang masih hilang dengan alasan sudah “dibadalkan”. Pernyataan ini memang sah secara fikih, namun menimbulkan kekhawatiran secara etis dan kemanusiaan.
“Sudah dibadalkan” seolah menjadi solusi instan atas kegagalan sistemik. Padahal, persoalan hilangnya jemaah, apalagi yang tergolong rentan, adalah masalah serius yang menyangkut keselamatan nyawa, bukan semata urusan ibadah formal.
Apalagi jika pencarian nanti tidak membuahkan hasil hingga masa tugas PPIH berakhir pada 12 Juli 2025, maka tanggung jawab akan bergeser ke Konsul Haji dan KJRI Jeddah. Ini memperlihatkan bahwa tidak ada sistem jaminan nyata yang benar-benar menjaga keselamatan lansia hingga mereka kembali ke Tanah Air.
Menagih Reformasi Manajemen Haji yang Berbasis Kebutuhan Khusus
Kejadian ini seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah Indonesia dan DPR untuk melakukan evaluasi total terhadap manajemen haji.
Mulai dari sistem asesmen kesehatan sebelum berangkat, fasilitas pelacakan dan pendampingan, hingga SOP penanganan kelompok rentan saat operasional di Arab Saudi.
Pemerintah tidak bisa lagi menutup mata terhadap fakta bahwa jemaah haji Indonesia semakin didominasi oleh lansia. Maka, pengelolaan jemaah haji ke depan harus bergeser dari pendekatan “kuantitas dan logistik” ke arah perlindungan berbasis kebutuhan khusus dan kerentanan.
Tanpa langkah konkret, kehilangan jemaah bukan lagi insiden, tapi akan menjadi pola berulang yang mencoreng kredibilitas pengelolaan haji nasional di mata publik dan dunia internasional.
“Kami mohon doa restu… semoga dalam waktu dekat, Bapak Hasbullah, Bapak Sukardi, dan Ibu Nurimah dapat kita temukan,” kata Harun.
Namun, masyarakat tidak hanya butuh pengharapan. Mereka menuntut sistem yang menjamin keselamatan, bukan sistem yang hanya aktif setelah musibah datang.
- Penulis: REDAKSI



