Kemenag Meminta Maaf Atas Kekacauan Pelayanan Jemaah Haji di Armuzna
- account_circle REDAKSI
- calendar_month Ming, 8 Jun 2025
- visibility 63

Illustrasi Jemaah Haji Indonesia
JAKARTA – Setelah diwarnai berbagai masalah pelayanan, Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya menyampaikan permohonan maaf terkait itu. Sebelumnya, sejumlah kendala terjadi selama puncak ibadah haji 2025 di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina).
Beberapa kendala itu antara lain keterlambatan evakuasi jemaah dari Muzdalifah ke Mina, hingga penempatan jemaah di tenda Arafah yang tidak sesuai dengan rencana.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief, menjelaskan sejumlah kendala dalam proses evakuasi jemaah haji dari Muzdalifah ke Mina. Ia menyebutkan tiga faktor utama yang menjadi penyebab terhambatnya proses tersebut.
Pertama, jadwal keberangkatan bus yang tidak konsisten akibat tingginya jumlah armada yang dioperasikan dan panjangnya antrean di jalur transportasi. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam pergerakan bus.
Kedua, kemacetan lalu lintas menyebabkan rotasi bus dari Mina ke Muzdalifah terhambat selama beberapa jam pada waktu-waktu tertentu. Akibatnya, banyak jemaah memilih keluar dari kawasan Muzdalifah dengan berjalan kaki karena khawatir tidak segera dijemput.
Ketiga, lonjakan jemaah yang memilih berjalan kaki secara masif. Pada Jumat, 6 Mei 2025, sejumlah jemaah dari berbagai maktab memutuskan untuk berjalan ke Mina karena kekhawatiran tidak akan terangkut hingga siang hari. Dalam situasi tersebut, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akhirnya memutuskan untuk melepas sebagian jemaah berjalan kaki, namun tetap mengimbau jemaah lansia dan berisiko tinggi untuk menunggu jemputan bus di Muzdalifah.
“Atas nama penyelenggara ibadah haji, kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi,” ujar Hilman dalam keterangan pers di Makkah, Minggu, 8 Juni 2025.
Di sisi lain, PPIH Arab Saudi juga menghadapi tantangan dalam penempatan jemaah di tenda-tenda Arafah. Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi, mengungkapkan bahwa permasalahan tersebut dipicu oleh kombinasi faktor teknis, sosial, dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda dan kendala distribusi logistik.
Prosesi wukuf di Arafah sebagai puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijjah 1446 H, bertepatan dengan 5 Juni 2025. Jemaah Indonesia mulai diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah sejak 4 Juni 2025. Namun, dalam pelaksanaannya, ada sebagian jemaah yang tidak langsung mendapatkan tempat di tenda karena keterbatasan ruang dan pengelolaan.
Muchlis menjelaskan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan permasalahan tersebut antara lain:
Pertama, masih terdapat tenda yang sebenarnya memiliki ruang kosong namun tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal karena berbagai alasan teknis dan keterbatasan pengaturan di lapangan.
Kedua, skema pemberangkatan berdasarkan hotel menyulitkan pengelolaan penempatan jemaah. Meski sistem didasarkan pada markaz dan syarikah, dalam praktiknya banyak jemaah yang berpindah hotel, bahkan antar markaz dan syarikah, yang kadang tidak berkaitan dengan alasan resmi seperti penggabungan keluarga.
Ketiga, keterbatasan jumlah petugas dibandingkan dengan jumlah jemaah. PPIH telah membagi layanan menjadi tiga wilayah kerja, yakni Daker Bandara yang menangani Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, dan Daker Madinah di Mina. Namun jumlah petugas yang ada belum mencukupi untuk mengatur mobilitas jemaah secara efektif.
Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali juga memperburuk situasi. Banyak jemaah berpindah tenda untuk bergabung dengan keluarga atau rombongan dari daerah asal, tanpa koordinasi dengan petugas.
“Perpindahan ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam distribusi jemaah di tenda dan menyulitkan pengelolaan layanan secara menyeluruh,” jelas Muchlis.
- Penulis: REDAKSI



