Mengapa Jemaah Haji RI Nginap Lama di Saudi, Padahal Yang Wajib Cuma 6 Hari?
- account_circle REDAKSI
- calendar_month Sen, 23 Jun 2025
- visibility 164

SAUDI – Setiap tahun, lebih dari 200 ribu jemaah haji asal Indonesia berangkat ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji. Menariknya, meskipun rangkaian inti ibadah haji hanya berlangsung selama lima hingga enam hari, para jemaah tetap tinggal di Arab Saudi hingga sekitar 40 hari. Mengapa hal ini terjadi?
Ibadah haji secara inti dilaksanakan pada tanggal 8 hingga 13 Zulhijah. Rangkaian utamanya meliputi ihram, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, melontar jumrah di Mina, thawaf, sa’i, serta tahallul atau mencukur rambut.
Meskipun ibadah utama cuma beberapa hari, seluruh proses termasuk persiapan dan mobilitas memakan waktu sekitar 12 hari.
Namun demikian, masa tinggal jemaah Indonesia jauh lebih lama dibandingkan waktu ibadah tersebut. Ada sejumlah alasan yang mendasari hal ini.
Sistem Kloter dan Kuota Besar
Indonesia merupakan negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia. Dengan kuota lebih dari 200 ribu orang per tahun, para jemaah harus dibagi ke dalam ratusan kelompok terbang (kloter).
Pembagian ini menyebabkan keberangkatan dilakukan secara bertahap, jauh sebelum puncak ibadah haji.
Begitu pula saat kepulangan. Setelah puncak haji, jemaah tidak bisa langsung kembali ke tanah air secara bersamaan. Butuh waktu beberapa minggu hingga seluruh kloter selesai diberangkatkan pulang.
Keterbatasan Slot Penerbangan
Slot penerbangan haji diatur oleh *The General Authority of Civil Aviation (GACA)* Arab Saudi. Negara-negara pengirim jemaah harus mematuhi aturan slot ini, yang terbatas jumlahnya.
Karena itulah, diperlukan masa operasional yang lebih panjang untuk melayani jumlah jemaah yang sangat besar.
Menurut ketentuan dalam Ta’limatul Hajj, negara dengan lebih dari 30.000 jemaah haji wajib memiliki masa operasional minimal 30 hari. Indonesia yang mengirim lebih dari 200 ribu orang, otomatis mengalami masa tinggal yang lebih panjang.
Strategi Penghematan Akomodasi
Pemerintah Indonesia juga menyewa penginapan di Mekkah dan Madinah jauh sebelum musim haji dimulai.
Langkah ini diambil untuk menekan biaya dan menghindari kenaikan harga saat musim puncak.
Akan tetapi konsekuensinya, jemaah datang lebih awal dan pulang lebih belakangan, memperpanjang masa tinggal mereka di Arab Saudi.
Waktu untuk Adaptasi dan Ibadah Tambahan
Waktu tinggal yang panjang juga memberi kesempatan jemaah untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan Arab Saudi. Selain itu, jemaah dapat memperbanyak ibadah sunnah seperti umrah, ziarah ke tempat-tempat bersejarah, hingga memperdalam pemahaman keislaman selama berada di tanah suci.
Bagi jemaah haji khusus, masa tinggal biasanya lebih singkat, yakni sekitar 20 hari. Namun, biaya yang diperlukan bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Masa Tunggu Haji: Antrean yang Panjang
Selain masa tinggal yang lama, calon jemaah haji Indonesia juga harus menghadapi masa tunggu yang sangat panjang, terutama bagi pendaftar haji reguler. Saat ini, masa tunggu di berbagai daerah bisa mencapai 30 hingga 40 tahun.
Namun, Indonesia bukan satu-satunya negara dengan waktu tunggu panjang. Negara tetangga seperti Singapura memiliki masa tunggu lebih dari 60 tahun, dan Malaysia bahkan mencapai 140 tahun.
Hal ini terjadi karena kuota yang diberikan Arab Saudi ke negara-negara tersebut sangat terbatas. Sebagai perbandingan, Indonesia menerima alokasi terbesar karena jumlah penduduk Muslimnya yang dominan.
Kesimpulannya, Durasi lama jemaah haji Indonesia tinggal di Arab Saudi bukan tanpa alasan. Kombinasi antara kuota besar, aturan penerbangan internasional, strategi akomodasi, dan kesiapan ibadah menjadi faktor utama.
Sementara itu, masa tunggu panjang mencerminkan antusiasme umat Islam Indonesia dalam menunaikan rukun Islam kelima, sekaligus tantangan logistik yang dihadapi pemerintah dalam mengelolanya.
Dengan memahami alasan di balik kebijakan ini, masyarakat dapat lebih siap secara mental, fisik, dan finansial dalam merencanakan ibadah haji.
- Penulis: REDAKSI



